To Die in Kerikil Coffee Shop is Such a Heavenly Way to Die.

To Die in Kerikil Coffee Shop is Such a Heavenly Way to Die.

Imagine How many many died in a kerikil coffeshop if skena kalcyer exist in new order 80s….!

Lifestyle warga-wargi dewasa ini yang sangat berdampingan dengan kehidupan slowliving sembari meluangkan waktu di coffeeshop tercinta sangat marak terjadi dikalangan kawula muda-mudi. Begitu banyak aktivitas yang dapat dilakukan untuk menghabiskan waktu bersama para kerabat di warung-warung kopi seraya mengucapkan kalimat “you only live onceeee……”, mengunyah croissant, serta didorong pahitnya americano ice. Trend-trend populer seperti gaya rambut mullet (depan rapi belakang parti), sepatau samba atau salomon, serta tato-tato kecil seakan-akan menimbulkan stereotipe baru yang disematkan pada anak muda sekarang alias anak skena kalcer. Jauh menyelisik lebih dalam melampau budaya-budaya populer, coffeeshop atau café atau warung kopi (persetan dengan term yang ada) juga menjadi basis anak muda banyak pikiran untuk memusingkan segala hal yang ada.

Coffeeshop sangat erat kaitannya sebagai tempat atau medium persinggahan beribu-ribu informasi. Mulai dari informasi bersifat sosial yang dewasa ini telah dimuati pembahasan politik, bisnis, komoditas, hingga infomasi geopolitik (Hamdani, 2015). Coffeshop kemudian dikatakan bursa informasi dikarenakan banyaknya aktivitas pertukaran informasi yang terjadi, entah itu dikalangan kawula gen-z hingga para boomer yang menikmati santainya bersama rekan-rekan. Jauh sebelum itu, abad 18 di Prancis terdapat banyak Coffeeshop yang menjadi sentra para pemikir, juralis, politikus, intelektual untuk saling menukarkan ide-ide revolusioner mereka. Tokoh-tokoh seperti Voltaire, Robespierre, Jean-Paul Marat menjadikan Le Procope (Salah satu coffeeshop) menjadi tempat menukarkan ide-ide mereka.

Coffeshop sedari dulu menjadi ruang publik yang cukup digemari oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas sosial seperti berdiskusi, mengerjakan beberapa tugas, bahkan untuk sekedar nongkrong menghabiskan waktu luang. Terdapat banyak hal-hal penting dan juga hal yang tidak penting yang berawal dari pembahasan warung kopi. Lantas bagaimana kiranya budaya populer seperti skena dan semacamnya serta budaya-budaya intelektual yang biasanya dilakukan di Coffeshop tercinta jika ditarik pada masa rezim orde baru yang notabene saat itu diterapkan politik keamanan?

Rezim militeristik yang menjadi sejarah dan berkuasa selama 32 tahun pernah menerapkan semacam kebijakan politik keamanan dengan dalih stabilitas negara. Istilah penembakan misterius yang marak terjadi periode 1982 hingga 1985 meninggalkan sejarah kelam seperti masyarakat sipil yang dituduh salah kemudian ditembak mati tanpa proses pengadilan dan mayat dari korban dibiarkan berserakan sebagai Upaya Shock Terapy kepada publik. Petrus juga menyisir para criminal yang diasosiakan dengan perawakan gondrong dan bertato. Tidak sedikit para pemuda saat itu rela menahan sakitnya menyetrika badan sendiri agar dapat terhindar dari bayang-bayang petrus yang mengiringi hari-hari saat itu. Tidak hanya itu, pemberedelan media-media massa dilangsungkan guna mencegah kritikan pedis kepada rezim yang berkuasa. Hal tersebut sudah barang tentu melanggar prinsip-prinsip kebebasan berpendapat dan juga merenggut hak-hak demokrasi Masyarakat.

Lantas bagaimana jika kawula muda “skena” yang memiliki tato-tato dan berambut gondrong ala Jackson Irvine hidup pada masa tersebut sembari menyeruput Americano dingin dan menyoal permasalahan dan dinamika sosial yang terjadi pada era rezim orde baru tersebut? Sudah skena, mullet, punya tattoo, nongkrongnya sambil diskusi pinggir jurang. Sulit dibayangkan akan ada berapa banyak kawula muda yang berpotensi gugur di atas kerikil coffeeshop dengan keadaan adinda samba atau snikers kece lainnya yang sedang terpakai di kedua kakinya. Sebagai tambahan, tulisan ini sebagai upaya untuk merefleksi diri bahwa dalam sejarah panjang kemerdekaan tanah air tercinta telah melalui banyak kejadian-kejadian penting dan itu semua menjadi pelengkap khasanah kehidupan berbangsa dan berpancasila. “Too die by your side is such a heavenly way to die” sepenggal lirik dari band kenamaan kemudian berubah menjadi “Too die in kerikil coffeeshop is such a heavenly way to die.”

sang indies:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*