KADERISASI YANG KIAN APATIS
Apatis mungkin sangat terasa jika kita membahasnya di dalam lingkungan lembaga Mahasiswa. Di dalam kehidupan berlembaga khususnya dalam lingkup kampus akan sangat banyak kamu temui dinamika yang menjadi wadah yang pas bagi para mahasiswa untuk belajar menjalani, menghadapi, dan melewati simulasi dinamika di dalam suatu organisasi, tempat dimana sikap apatis itu mudah lahir jika kamu memiliki mental kerupuk atau bahkan mental lidi. Organisasi mahasiswa entah itu Himpunan, BEM, Mapala, Lembaga minat dan bakat semuanya memiliki visi dan misi nya masing masing dan memiliki struktur pengurus yang diharuskan menjalankan amanah suatu organisasi agar dapat mencapai tujuan bersama dari organisasi tersebut. Akan tetapi jumlah pengurus ketika dilantik dan diakhir masa jabatan tidak akan sama. Akan ada berbagai masalah yang timbul ditengah-tengah kepengurusan karena sejatinya lembaga mahasiswa adalah tempat untuk melatih mahasiswa untuk menghadapi masalah. Entah itu masalah komunikasi, masalah antar individu, hingga masalah dalam proses menyukseskan kegiatan, semuanya tidak akan berjalan mulus ditambah dengan adanya pikiran dan karakter yang berbeda dari setiap pengurus untuk bisa berjalan bersama dan mencapai tujuan bersama. Didalamnya akan ada ego manusia yang akan saling bertabrakan sehingga satu persatu, kamu akan melihat siapa manusia yang memiliki mental yang lemah dan menyerah didalam sikap peduli bersama dan meladeni ego apatisnya.
Terdapat banyak budaya di dalam suatu lembaga, entah itu budaya positif atau negatif. Pernahkah kamu menyepakati waktu bersama tapi menghancurkan kesepakatan itu juga secara bersama dan saling menyalahkan satu sama lain seperti meng-agendakan rapat pada jam jam 19.00 malam akan tetapi budaya ngaret yang masih dijaga sehingga rapat baru saja mulai di jam 21.00 atau bahkan 22.00, sehingga kamu melakukan rapat organisasi hingga larut malam dan malah merugikan kamu masing-masing di esok harinya karena telat bangun, toxic productivity.
Budaya negatif seperti diatas yang malah membangun lingkungn toxic productivity atau produktivitas yang kotor dan merugikan kalian jika berada didalam lingkungan tersebut. Mungkin ini juga salah satu budaya yang membuat beberapa orang tidak nyaman tetap berada didalam lingkungan organisasi sehingga yang perlu kita pahami sikap ketidaknyamanan seperti ini bukan sikap apatis. Jika suatu kegiatan dilaksanakan dengan tujuan yang jelas dan positif akan tetapi pada proses mempersiapkan kegiatan tersebut banyak lika liku yang dilewati seperti harus rapat sampai larut malam, ada satu oknum pengurus yang tanpa alasan yang jelas tidak sama sekali memberikan kontribusi untuk proses menyukseskan kegiatan tersebut dan tidak memikirkan sama sekali kepentingan lembaga yang menjadi tujuan bersama, malah hanya memikirkan urusannya sendiri mengurusi kuliahnya sendiri seperti dengan melewati teman-teman organisasinya begitu saja saat teman teman organisasinya tersebut sedang menggalang dana untuk dana kegiatan serta mengacuhkan pandangannya tanpa ada beban moril sedikitpun di pundaknya, maka hama seperti ini tidak merugikan lembaga tapi akan merugikan dirinya sendiri karena telah berhasil mengasa sikap apatis nya.
Apakah kau merasakan bahwa di era sekarang animo berlembaga mahasiswa sangat mengalami kemerosotan…? Entah faktor apa yang terjadi sehingga lingkungan lembaga mahasiswa penuh dengan individu individu yang apatis. Ada banyak kemungkinan, apakah itu karena faktor kurangnya support dari birokrasi kampus terhadap lembaganya, atau bahkan sama sekali tidak ada sehingga mahasiswa merasa jenuh karena tidak ada feedback yang mereka rasakan dari birokrasinya selama berproses di dalam lembaga. Birokrasi hanya membanggakan mahasiswanya yang berprestasi di akademik yang tentunya membawa nama jurusannya agar dipandang, jika segala sesuatu hal yang tidak dapat membawakan penghargaan ke dalam rungan penguasa birokrasi kampus, maka hal tersebut tidak akan dilihat sama sekali. Lingkungan yang seperti ini kini dilihat oleh mahasiswa mahasiswa yang kemudian membuat mereka berpikir untuk apa kita ada di lembaga ini. Dan juga kini lingkungan kampus selain ingin mengasah potensi akademik mahasiswa, mereka juga ingin mengasah potensi patuh mahasiwa, ingin menghilangkan jiwa-jiwa kritis pada mahasiswa agar segala sesuatu kehendaknya bisa mereka jalani dengan mulus. Mereka tahu mereka menghadapi mahasiswa yang mana mereka tidak bisa asal menjalankan kehendaknya, maka mereka menggunakan senjata jitu mereka yaitu dengan membawa bawa nilai mahasiswa dalam segala sesuatunya dalam mengendalikan mahasiswa dilingkup kampus. Satu satunya tempat didalam kampus yang mengasa perlawanan mahasiswa adalah di organisasi. Maka titik terang yang muncul di kepala birokrasi kampus adalah mengacuhkan lembaga-lembaga tersebut hingga berdebuh.
Apakah kamu pernah berpikir bahwasanya dosen dosen menekan kepada kita agar tetap patuh padahal mereka sendiri tidak sepenuhnya patuh dengan aturan aturan kampus sendiri? Aturan tertulis sabtu dan minggu adalah hari libur bagi mahasiswa dan hari full untuk organisasi mahasiswa untuk berkegiatan akan tetapi masih saja ada dosen yang seenaknya mengambil hari tersebut untuk kuliah sehingga waktu mahasiwa dicuri kembali. Kecanggihan teknologi sekarang yang mana kuliah sudah dapat dilakukan dengan mudah secara online tidak peduli waktunya tidak peduli kendala mahasiswa dosen akan tetap memberikan kuliah secara online walaupun mereka tahu itu tidak efisien dari mana nilai estetika mahasiswa dapat dilatih kuliah secara online bagaimana nilai integritas seorang dosen jika terus terusan mengajar secara online yang ada hanyalah memaku mahasiswa terhadap layar yang mereka sudah tatap seharian full.
Beberapa mahasiswa yang betul betul ingin belajar dan berproses di organisasi kini bisa dihitung jari. Mereka berada di lingkungan lembaga bersama orang orang yang apatis sehingga tidak hanya akan merugikan lembaga tapi juga menyusahkan mahasiwa yang murni ikhlas ingin berproses di dalam lembaga tersebut. Memasang topeng bahagia dan membuat badannya seakan seperti robot yang tidak memiliki inisiatif sama sekali lantas apa yang mereka dapat di dalam organisasi tersebut? Hanya membuat organisasi terlihat seperti sebuah kerajaan kuno yang berisikan budak budak yang dipaksa bekerja. Di dunia kerja, pekerja idealis dibayar dengan uang. Uang tersebut adalah IPK di lingkungan mahasiswa bagi mahasiswa yang tidak memiliki idealisme dan hanya bisa patuh terhadap perintah apapun itu asal mereka mendapat IPK yang tinggi. Dosen yang memanfaatkan hal ini dan mahasiswa yang rusak akibat hal seperti ini, berapa banyak mahasiswa yang diajari menjilat pada penguasa, secara tidak lansung diajari bersikap apatis terhadap tanggung jawab.
Kajian kajian mahasiswa sekarang sangat sepi dan lebih ramai seminar seminar yang dapat direkognisi nilainya oleh mahasiswa. Sekarang mahasiswa merasa rugi mengikuti kegiatan kegiatan yang tidak ada bayaran nilainya bagi mereka. Ilmu tidak penting yang penting adalah nilainya, mereka tidak akan tertarik dengan lapak lapak baca, kajian literasi mereka tidak akan peduli dengan pengalaman dan wawasan luas yang akan mereka dapatkan jika itu semua tidak ada bayaran nilai bagi mereka maka hal itu akan dianggap sebagai kegiatan yang akan membuang buang waktu saja.
Lingkungan kampus seperti inilah yang hanya akan melahirkan mahasiswa mahasiswa Apatis bagi lembaga lembaga yang ada di dalamnya. Seorang mahasiswa Himpunan, BEM, atau Ormawa lainnya tidak lagi memiliki citra di dalam kampusnya sendiri bahkan pada mahasiswa mahasiswa jurusannya sendiri, lingkungan yang toxic salin merugikan salin merusak satu sama lain sesama himpunan sesama jurusan akibat sikap seperti ini telah berhasil dibangun oleh birokrasi kampus. Memilih untuk masuk lembaga untuk eksis dan memilih untuk tidak peduli dengan lembaga itu akibat ingin cepat selesai, tidak ada yang salah dengan keinginan untuk cepat selesai di kampus akan tetapi terkadang keinginan ini justru yang merusak rasa tanggung jawab mahasiswa. Mungkin hanya mahasiswa yang memiliki kecerdasa tinggi yang dapat selesai di kampus tepat waktu dan keluar dengan nilai tinggi tanpa meninggalkan tanggung jawab yang telah dia ambil di dalam organisasi, lebih bagus lagi jika ia meninggalkan riwayat di dalam organisasi sebagai posisi penting.
Mahasiswa yang diajari bagaimana manajemen waktu dengan baik untuk menyeimbangkan antara akademik dengan organisasi, akan tetapi orang orang yang berada di dalam oraganisasi itu semuanya mengeluh atas akademiknya. Bagaimana bisa pola lucu seperti ini bisa tercipta di dalam kampus?
Tujuan utama kita berangkat ke dunia kampus tidak lain adalah untuk menerima anugerah bangku perkuliahan, menerima banyaknya teori teori demi meletakkan beberapa huruf di belakang nama untuk menunjang masa depan yang cerah. Tapi apakah itu semua harus juga melalaikan tanggung jawabmu di organisasi kampus yang kamu pilih sendiri sebagai tempatmu untuk berproses namun kau campakkan begitu saja sebelum selesai prosesmu itu di suatu lembaga? Tapi karena ketakutanmu atas kelemahan dirimu sendiri sehingga kamu kehilangan kepercayaan diri untuk mampu menyeimbangkan itu semua antara akademik dan organisasi. Hal seperti inilah yang membuat banyak mahasiswa hari ini memandang organisasi sebagai tempat yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi setiap individu karena tidak bisa berdampak pada nilai perkuliahan, pada IPK, dan pada skripsi. Memandang organisasi sebagai tempat membuang buang waktu saja esensi dari suatu tanggung jawab penuh menyandang suatu jabatan tidak lagi dihargai sehingga tak mampu untuk menghindar dari sifat apatis.
Betapa banyaknya pihak hari ini yang ingin menjatuhkan martabat dari lembaga kemahasiswaan bahkan oleh birokrasi kampus itu sendiri yang memanfaatkan kedudukan himpunan hanya untuk mendukung akreditasi jurusannya dan tidak menjaganya dengan hati mencampakkan pengurus pengurus lembaganya dan kadang menjelek jelekkan kegiatan kegiatannya jika kegiatan tersebut membuat beberapa mahasiswa lalai dari kuliahnya. Tak sedikit mahasiswa juga bukan lagi terdidik oleh dosen menjadi apatis tapi bahkan sudah terlatih untuk menjilat dari ujung sepatu hingga ujung rambut dosen agar mendapatkan perhatian dan pujian. Suatu hari seorang senior sang ahli menjilat diperintahkan oleh dosen jilatannya agar membersihkan lingkungan jurusan kemudian sang senior ini akhirnya memanggil beberapa juniornya untuk membantu melakukannya dengan hasil latihan dengan dosen jilatannya tersebut sang senior ini menyuruh junior juniornya untuk membersihkan dengan imbalan nilai tambahan bagi juniornya yang hadir membersihkan. Selagi membersihkan lingkungan jurusan, sang dosen jilatan pergi untuk beberapa saat dan sang seniorpun pergi untuk beristirahat dan santai santai mumpung dosen yang ingin dijilat sedang pergi. Selang beberapa waktu akhirnya dosenpun kembali untuk mengawasi mahasiswa mahasiswa yang membersihkan, melihat sang dosen jilatan kembali, sang senior bergegas dari persataiannya merebut sapu lidi dari juniornya dan berpura pura menyapu dan seolah olah dialah yang membersihkan seluruh halaman jurusan agar mendapatkan kebanggan yang terhormat dari sang dosen jilatan, sungguh sang penjilat yang andal. Melihat salah satu mahasiswa hanya berdiri diam dan tidak membantu sang senior penjilat menyapu sang dosen pun memarahi mahasiswa tersebut, mahasiswa yang tadi direbut sapunya saat sementara menyapu yang susah payah sudah menyapu seluruh halaman jurusan.
Hari demi hari jangan biarkan sifat apatis ini menular dengan sangat luas dan cepat di lingkungan kampus. Jangan biarkan kedudukan lembaga kampus seolah hanya untuk pelengkap kriteria akreditasi jurusan saja tanpa dijaga dengan baik. Jika hal ini sudah tidak dijaga dengan baik oleh para birokrasi jangan sampai juga sudah tidak dijaga dengan baik oleh para mahasiswa mahasiswi itu sendiri.
Bahkan dinamika berlembaga kini oleh mahasiswa dipandang sudah seperti dinamika rumah tangga. Begitu takutnya mahasiswa menerima dinamika itu sehingga memilih untuk menjadi seorang mahasiswa kupu-kupu atau kuliah pulang kuliah pulang bukan minoritas lagi dari mahasiswa spesies ini sudah mayoritas dan mendominasi drastis hingga hari ini sehingga lembaga di dalam kampus kini seperti buku tua yang tersimpan berdebu di rak perpustakaan karena tidak ada satupun orang yang mengambil dan membacanya. Apakah bukunya yang tidak menarik lagi…?
Sebagai mahasiswa yang menjadi awak di dalam lembaga itu juga cermat dan pintar melihat situasi hari ini. Apa sebenarnya yang membuat lembaga mahasiswa itu tidak menarik lagi? Apakah ada yang harus diubah dan diperbaiki? Kita harus pintar melihat apa yang hari ini diminati dan diinginkan oleh mahasiswa. Saya yakin kamu pasti sudah melakukannya tapi pada dasarnya sekeren apapun lembaga dan semenarik apapun kegiatan kegiatannya jika sama sekali tidak ada support oleh birokrasi hal itu tidak akan diminati oleh banyak mahasiswa dan akan lebih memilih untuk apatis dengan dunia kelembagaan.
Apakah ada mahasiswa hari ini yang sadar akan dipermainkannya mereka oleh birokrasi yang mengambil jadwal kuliah seenaknya, penuh drama atas sikap mahasiswa, dan minim dalam mendidik adab, melakukan bisnis dalam perkuliahan. Apakah ada yang sadar bahwa fasilitas belajar mereka seperti buku kuliah atau buku praktikum masih saja dimintai biaya padahal biaya UKT sudah mahal. Mereka jelas sadar tapi tidak ada lagi keberanian idealisme dalam mengungkap kebenaran dan rela dijadikan hewan sirkus oleh birokrasi dengan umpan makanan nilai tinggi, tidak ada yang berpikir bahwa esensi dari sebuah nilai adalah proses mendapatkannya. Apakah prosesmu penuh dengan kejujuran, keikhlasan, ketekunan, dan perjuangan?
Bahkan birokrasi mendidik mahasiswa secara korporatisasi yang dilegitimasi dengan aturan mentri pendidikan dan IPK. Siapa mahasiswa yang kuat untuk melawan keapatisan mereka jika berhadapan dengan nilai tinggi.
Kutinggalkan jauh jauh tanggung jawabku demi sebuah IPK yang tinggi, akan kuhapus dari ingatanku teman teman seperjuanganku demi gelar cumlaude, dan akan kuhentikan jabatanku di tengah jalan untuk meladeni hipnotis nilai dosen.
Mahasiswa tidak lagi memahami esensi dari jurusan mereka. Mereka hanya rakus akan nilai sehingga lupa untuk memahami apa pengaplikasiannya di masyarakat. Apakah ada mahasiswa jurusan biologi yang berinisiatif untuk menjaga keseimbangan ekosistem? Apakah ada mahasiswa kehutanan yang peduli dan update dengan banyaknya hutan adat papua yang dibabat habis oleh pemerintah? Apakah ada mahasiswa ekonomi yang rela menyumbangkan suaranya walau hanya sedikit untuk rakyat jelata yang tidak lagi diberikan kesempatan untuk berpendidikan karena subsidi ekonomi pendidikannya dicut? Apakah ada mahasiswa ilmu sosial yang menaati norma norma sosial bahkan untuk sesama di lingkup jurusannya? Mereka semua hanya tahu bagaimana cara menjilati dosen untuk bisa cepat cepat keluar dari kampus mereka hanya tahu menghabiskan waktunya untuk membaca tanpa memahami mereka hanya paham hasil bukan proses waktunya rugi habis karena hanya dihabiskan seakan tekun belajar. Padahal hanya masuk ruangan kuliah untuk mendapatkan kehadiran saja, hanya menghafali teori untuk ujian, bukan untuk pengaplikasian.
Leave a Reply