The Endless War: a conflict between you and you.

The Endless War: a conflict between you and you.

Beberapa hari yang lalu, kami telah kembali terbangun dari hibernasi dialektik yang sangat panjang. Kembalinya spirit untuk mengetahui sesuatu mengantarkan kami pada terlaksananya kegiatan diskusi yang sempat terhenti akibat kesibukan masing-masing. Sadar akan hal tersebut, kami mencoba memulai kembali rutinitas belajar bersama dengan membahas suatu topik atau diskursus soal reduksionisme dan bagaimana kaitannya guna memperoleh pengetahuan. Selesai pada bahasan reduksionisme mengantarkan kami pada diskursus  psikoanalisis. Bukan tanpa maksud, melainkan fenomena belakangan ini yang memicu diskursus tersebut. Fenomena yang dimaksud adalah tindakan kekerasan seksual yang ramai diperbincangkan masyarakat oleh seorang yang wara-wiri untuk mengisi kuliah filsafat menambah semangat dalam meninjau problem tersebut menggunakan kacamata psikoanalisis.

Lalu apa itu psikoanalisis? Singkatnya, psikoanalisis merupakan salah satu dari teori psikologi yang dipopulerkan oleh freud untuk menjelaskan masalah mental individu. Freud memulai dasar teori psikoanalisis dengan perumpamaan yang sudah tidak asing lagi di telinga yakni teori bongkahan es (iceberg theory). Sesuai dengan namanya, freud menjelaskan bahwa jiwa atau mental individu ibarat bongkahan es. Ujung dari gunung es diumpamakan sebagai kesadaran (Conscious). Kemudian bagian bongkahan es yang berada sedikit dibawah permukaan air laut adalah pra kesadaran (pre conscious), serta ujung dari dasar bongkahan es yang sangat gelap dan tidak terindrai adalah ketidaksadaran (unconscious). Lalu, apa maksud dari teori bongkahan es tersebut? Freud berpendapat bahwa jiwa  atau mental individu terbentuk dan  berangkat dari ketidaksadaran lalu sampai kepada kesadaran.

 Kesadaran yang diasosiasikan sebagai puncak bongkahan es adalah kondisi dimana individu sadar dan bertindak sesuai dengan akal dan kombinasi dari instrument indra. Kemudian pada pra kesadaran, individu tetap dapat mengindrai atau sadar akan sesuatu jika terdapat stimulus atau pemantik akan hal tersebut. Contohnya seperti seseorang  yang masih fasih dalam menjelaskan pengalaman spiritualnya saat berebut nasi kotak pada jumat lalu. Kemudian lanjut sampai kedasar bongkahan es yang betl-betul gelap dan indra sangat terbatas untuk mengetahui apa yang ada pada dasar permukaan bongkahan es tersebut. Tahap tersebut adalah ketidaksadaran (unconscious) yang mana hal tersebut sangat abstrak. Tingakatan paling dasar tersebut berisi pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui dan akan terus tersimpan dalam ketidaksadaran individu. Baik itu trauma hingga insting manusia. Senada dengan perumpamaan bongkahan es, dalam setiap individu pun terdapat beberapa struktur pembentuk kepribadian yakni id, ego, dan superego. Id merupakan bagian yang paling dasar dan mendorong manusia untuk bertindak seperti hasrat, intuisi, seksualitas dan laku primitive lainnya. Pada bagian id, sering juga dikenal dengan pleasure principle. Sedangkan ego merupakan bagian yang berfungsi sebagai struktur intermediasi antara dorongan id berdasarkan pertimbangan realitas atau reality principle. Sedangkan superego berfungsi sebagai nilai-nilai eksternal yang telah dikonstruk oleh lingkungan masyarakat. Antara id dengan superego, ego berfungsi sebagai laku kendali yang paling final. Ego menimbang antara id dan superego. Dari ketiga struktur tersebut, harus dilakukan secara seimbang dan kontekstual dengan situasi realitas. Jika ego merepresi id secara berlebihan, maka individu akan mengalami depresi. Begitupun sebaliknya jika ego memenangkan id lalu kemudian superego dikesampingkan, maka akan terjadi perilaku-perilaku yang abnormal dan melanggar aturan sosial yang berlaku.

Teori psikoanalisis tidak lengkap tanpa penjelasan dinamika kepribadian atau pertumbuhan psikoseksual individu. Freud menyatakan bahwa terdapat beberapa fase yang berkaitan dengan pengalaman masa kecil setiap individu yang membentuk pola kepribadian. Diantaranya adalah dimulai dari fase oral. Fase oral adalah tahap perkembangan yang ditandai dengan kesadaran anak akan fungsi oralnya seperti menguyah, mengisap, menelan, dan lain-lain. Fase selanjutnya adalah fase anal. Dalam fase ini, anak telah berada dalam perkembangan sadar akan aktivitas analnya seperti buang air besar. Fase anal sering dikaitkan dengan aktivitas toilet training. Tahap ketiga adalah fase phallic, yang mana tahap perkembangan anak sudah sampai pada pengenalan pada alat kelamin. Fase phalic seperti fase-fase yang lain dapat menimbulkan konflik, antara lain adalah pada anak laki-laki dikenal dengan sebutan oedipus complex. Konflik tersebut dapat menyebabkan catastration anxiety yang mana hal tersebut sederhananya anak laki-laki mengalami gangguan kecemasan dikarenakan sadar bahwa keinginan (desire) atau cintanya direpresi oleh ayahnya sendiri. Dalam konteks tersebut, dorongan cinta anak ke ibunya adalah id, sedangkan ayah dari si anak adalah superego. Konflik pada fase phalic yang terjadi di anak Perempuan dikenal sebagai electra complex yang menyebabkan masalah penis envy. Penis envy adalah kecemburuan pada anak Perempuan yang menyadari bahwa terdapat perbedaan seksual antara dia dengan ayahnya. Pada kasus electra complex pun terjadi represi id oleh superego dalam hal ini ibu yang memegang otoritas kepemilikan sang ayah. Tahap atau fase selanjutnya adalah fase laten, yang mana pada tahap ini anak telah menyadari bahwa terdapat konsep atau ide tentang interaksi sosial. Pada tahap ini, sang anak mulai kompromi dengan id, ego, dan superego. Tahap terakhir dari fase pertumbuan psikoseksual adalah fase genital. Pada fase ini, anak mulai mengalami pubertas menuju kedewasaan.

Dari uraian antara ketiga teori psikoanalisis freud, terdapat pola yang integral. Ketiga teori tersebut mengambil peran penting dalam konstruk kepribadian individu. Dari hal itu juga, kita dapat mengetahui bahwa kepribadian atau laku seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang telah dilaluinya. Dari konsep psikoanalisis freud, dapat diketahui bahwa kepribadian seseorang merupakan konsekuensi yang didapatkan atas berbagai pengalaman yang telah dilaluinya.

Menyoal perilaku kekerasan seksual dalam kacamata psikoanalisis bisa saja dilakukan dengan mempertimbangkan konsep yang membentuk kepribadian individu. Dari hasil analisis singkat, perilaku kekerasan seksual bisa saja diakibatkan oleh hasrat seksual dalam hal ini id sangat mendapatkan represi oleh si individu (ego) atas pertimbangan superego. Sehingga menyebabkan pelaku kalap dan akhirnya melakukan hal tersebut dan tidak mengindahkan superego. Segala hal dalam lini kehidupan merupakan sesuatu yang punya aturan mainnya sendiri, yang mana superego (etika dan norma) tidaklah memperbolehkan menjamah sesuatu yang bukan otoritas kita. Tapi hasrat manusia tidak mengenal hal tersebut. Teori psikonalisis dapat digunakan untuk dapat mengetahui alasan dibalik seseorang melakukan sesuatu. Disamping segala kontoversi dan penolakan yang ada, Freud sukses membangun suatu teori yang mendasari percakapan atau diskursus tentang kepribadian individu.

sang indies:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*