Lelaki dan Inflasi Perasaan : menyeimbangkan ekspektasi dan realitas.
Dalam hidup, setiap orang pasti merasakan pasang surut emosi yang mengiringi perjalanan mereka. Namun, bagi seorang lelaki, inflasi perasaan sering menjadi fenomena yang tidak terlihat tetapi begitu nyata. Seperti halnya inflasi dalam dunia ekonomi, inflasi perasaan mencerminkan kondisi di mana nilai emosi seseorang terdistorsi oleh pengalaman, ekspektasi, atau tekanan hidup yang terus meningkat.
Lelaki kerap diasosiasikan dengan kekuatan dan ketenangan. Mereka diharapkan menjadi pilar bagi keluarga, sahabat, dan pasangan. Namun, di balik peran itu, ada perasaan yang terus berkembang dan membengkak—perasaan takut gagal, rasa bersalah karena tidak cukup baik, hingga kekhawatiran akan masa depan. Semakin banyak pengalaman hidup yang dilewati, semakin besar pula “harga” yang harus dibayar untuk meraih kebahagiaan, kedamaian, atau bahkan cinta.
Misalnya, dalam hubungan asmara, seorang lelaki mungkin merasa bahwa ia harus terus memberikan lebih—lebih waktu, perhatian, atau materi—untuk menjaga keharmonisan. Namun, ketika usaha itu tidak dihargai sebagaimana mestinya, perasaan kecewa mulai menumpuk. Sama seperti inflasi ekonomi yang membuat uang kehilangan nilainya, inflasi perasaan membuat emosi kehilangan maknanya. Pengorbanan yang dulunya bermakna menjadi sekadar rutinitas yang kosong.
Hal serupa terjadi dalam karier. Seorang lelaki mungkin bekerja keras untuk mengejar kesuksesan, berharap bahwa pencapaiannya akan membuktikan nilai dirinya. Tetapi, seiring waktu, pencapaian itu sering kali tidak lagi memberikan kepuasan yang sama seperti dulu. Ketika harapan yang terus meningkat tidak sejalan dengan kenyataan, inflasi perasaan membuat perjuangan terasa sia-sia.
Namun, inflasi perasaan bukanlah akhir. Sama seperti dalam ekonomi, hal ini membutuhkan pengelolaan. Lelaki perlu menyadari bahwa nilai sejati perasaan mereka tidak diukur dari bagaimana orang lain melihat mereka, tetapi dari seberapa tulus mereka menjalani hidup. Belajar untuk menghargai momen kecil, menerima kelemahan, dan berbagi beban dengan orang-orang terdekat adalah langkah penting untuk menjaga stabilitas emosi.
Pada akhirnya, inflasi perasaan adalah bagian dari perjalanan seorang lelaki. Meski sering kali menyakitkan, ia juga mengajarkan pentingnya mencari keseimbangan antara memberi dan menerima, antara harapan dan kenyataan. Karena di tengah badai perasaan yang tak menentu, lelaki sejati adalah dia yang mampu menemukan kembali makna dalam setiap perjuangan.
Leave a Reply