Dialog Publik: “Meraba Dinamika UU Kementerian Negara: Refleksi Terhadap Peluang dan Tantangan Era Pemerintahan Baru”
Diawal tahun ini, tepatnya pada hari senin 06 Januari 2025, Indies Allies berkesempatan untuk menyambut tahun baru dengan beraliansi dalam menyelenggarakan Dialog Publik bersama dengan Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (HIMA HTN FH-UMI). Dalam aliansi ini kami juga turut dibersamai oleh Forum Mahasiswa Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FORMAHAN FH-UH) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar (HMJ Ilmu Hukum UINAM). Dialog yang berlangsung di Aula Fakultas Hukum UMI Ini mengangkat tema “Meraba Dinamika UU Kementerian Negara: Refleksi Terhadap Peluang dan Tantangan Era Pemerintahan Baru” dan mengundang tiga narasumber dari masing-masing organisasi yang beraliansi, yakni Presiden HIMA HTN FH-UMI Periode 2024-2025, Ketua Umum FORMAHAN FH-UH Periode 2023-2024, dan Ketua Umum HMJ Ilmu Hukum UINAM Periode 2023-2024.
Dialog publik ini berangkat dari keresahan akan adanya pertambahan jumlah kementerian negara di kabinet Merah Putih yang digagas oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Bertambahnya jumlah kementerian negara yang semula berjumlah 34 dan diatur dalam UU No. 39 Tahun 2008, kini bertambah menjadi 48 kementerian yang pembentukannya didasari oleh UU No. 61 Tahun 2024. Terdapat pro dan kontra atas bertambahnya ruang eksekutif tersebut, terdapat narasi bahwa dengan bertambahnya jumlah kementerian dan lembaga, Prabowo tentunya memiliki ruang lebih untuk merangkul berbagai kelompok politik dengan harapan agar mampu menciptakan stabilitas politik yang dapat mendukung kerjasama dan kolaborasi demi mengentaskan problematika negara. Apabila ditelisik dari pembangunan yang diwariskan oleh Presiden Jokowi dan janji-janji kampanye yang ditawarkan oleh Prabowo bersama wakilnya Gibran, Indonesia setidaknya dalam lima tahun kedepan akan disibukkan dengan pembangunan dan proyek-proyek strategis nasional. Upaya dalam membangun fondasi bagi Indonesia maju di tahun 2045 tentu hanya akan menjadi mimpi belaka tanpa adanya keseriusan dari pihak pemerintah dalam merealisasikan hal tersebut. Dengan demikian, bertambahnya kementerian negara diharapkan dapat menjadi salah satu langkah konkret dalam menyelesaikan isu-isu yang dihadapi masyarakat saat ini serta dalam menyegerakan berbagai program pembangunan yang diupayakan oleh pemerintah. Hal tersebut disampaikan dalam pembukaan UU No. 61 Tahun 2024, bahwa diperlukan adanya penyempurnaan UU. No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara guna menampung kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Akan tetapi, berdasarkan dialog yang berlangsung sejak siang hingga sore hari, kami menemui berbagai masalah yang timbul dengan adanya fenomena tersebut. Pertama, tidak adanya legalitas yang mengatur 22 kementerian baru dalam hal administrasi atau pelaksanaan teknis organisasi yang mengatur bagaimana kementerian tersebut beroperasi atau menjalankan tugas dan wewenangnya. Terdapat tiga peraturan yang saat ini mengatur seputar kementerian negara, yakni UU. No. 61 Tahun 2024 yang mengatur mengenai pembentukan kementerian, PERPRES No. 139 mengenai penataan tugas dan fungsi, serta PERPRES No. 140 perihal pengelompokan, kedudukan, tupoksi, dan struktur organisasi. Sementara aturan yang mengatur pelaksanaan kementerian tersebut secara spesifik masih memerlukan adanya aturan organisasi dan tata kerja kementerian yang umumnya diatur dalam Peraturan Menteri. Akan tetapi apabila mengambil contoh Kementerian Koperasi yang mulainya merupakan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, belum terdapat peraturan yang jelas mengenai penyelenggaraan fungsi Kementerian Koperasi. Setidaknya hingga saat indiesreport ini dipublikasi, aturan mengenai Kementerian Koperasi masih merujuk pada aturan Kementerian Koperasi dan UKM. Hal yang sama juga terjadi pada kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang masih menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang disahkan pada tahun 2020.
Dengan aturan tata kerja kementerian yang masih belum jelas, hal ini kemudian dapat menimbulkan adanya kemungkinan sengketa kewenangan antar kementerian yang mulanya merupakan satu kesatuan seperti Kementerian Koperasi dengan Kementerian Usaha Kecil dan Menengah. Dengan merujuk pada aturan yang telah ada seperti Kemen PKP yang merujuk pada aturan Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, hal ini agaknya tidak sah mengingat fungsi kementerian dengan fungsi direktorat jenderal memiliki fungsi yang tidak setara dan tentu diperlukan adanya pembaharuan aturan yang dapat menyesuaikan dengan status kementerian. “Hingga saat ini belum ada aturan yang jelas mengenai teknis penyelenggaraan kementerian baru, Undang-Undang yang ada seperti UU No. 61 Tahun 2024 hanya mengatur mengenai pembentukan, serta aturan dalam PERPRES No. 140 Tahun 2024 masih bersifat umum” ujar Ananda Faturrahman Al Gifari selaku salah satu narasumber dalam dialog ini yang juga menjabat sebagai Ketua Umum FORMAHAN FH-UH 2023-2024.
Selain terdapat masalah apabila ditinjau dari aspek legalitas, isu yang paling populer mengenai bertambahnya jumlah kementerian ialah bertambahnya anggaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah guna membiayai kementerian baru beserta 109 orang yang saat ini menduduki posisi strategis di lembaga tersebut yang terdiri dari 53 menteri dan kepala badan setingkat menteri serta 56 wakil menteri. Dengan bertambahnya anggaran tersebut, pemerintah tentunya perlu memaksimalkan pendapatan negara mengingat pemenrintah saat ini juga tengah mengalami defisit anggaran. Tak heran apabila fenomena mengenai membengkaknya kabinet pemerintahan sering kali dikaitkan dengan kenaikan pajak PPN menjadi 12% sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menyikapi kebutuhan anggaran negara yang kian meningkat. Selain menimbulkan tantangan dalam hal anggaran, bertambahnya jumlah kementerian juga menambah kompleksitas lembaga pemerintahan yang tentunya memerlukan adanya pengawasan dalam berbagai aktivitasnya. Lantas dengan adanya pertambahan jumlah kementerian, timbul pertanyaan mengenai efektivitas dan efisiensi Kabinet Merah Putih dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, apakah dengan bertambahnya jumlah kementerian tersebut dapat menciptakan peluang bagi masyarakat secara umum untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari pemerintah? Ataukah peluang yang tercipta justru mengarah pada masyarakat tertentu yang dekat dengan pusaran kekuasaan?
Leave a Reply